Hadits Kedua
عَنۡ عُمَرَ رَضِيَ اللهُ عَنۡهُ أَيۡضًا قَالَ:
بَيۡنَمَا نَحۡنُ جُلُوۡسٌ عِنۡدَ رَسُوۡلِ اللهِ ﷺ ذَاتَ يَوۡمٍ إِذۡ طَلَعَ
عَلَيۡنَا رَجُلٌ شَدِيۡدُ بَيَاضِ الثِّيَابِ شَدِيۡدُ سَوَادِ الشَّعۡرِ، لَا
يُرَى عَلَيۡهِ أَثَرُ السَّفَرِ، وَلَا يَعۡرِفُهُ مِنَّا أَحَدٌ، حَتَّى جَلَسَ
إِلَى النَّبِيِّ ﷺ فَأَسۡنَدَ رُكۡبَتَيۡهِ إِلَى رُكۡبَتَيۡهِ وَوَضَعَ
كَفَّيۡهِ عَلَى فَخِذَيۡهِ وَقَالَ: يَا مُحَمَّد أَخۡبِرۡنِي عَنِ الۡإِسۡلَامِ،
فَقَالَ رَسُوۡلُ اللهِ ﷺ :
اَلۡإِسِلَامُ أَنۡ تَشۡهَدَ أَنۡ لَا إِلَهَ
إِلَّا اللهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا رَسُوۡلُ اللهِ وَتُقِيۡمَ الصَّلَاةَ وَتُؤۡتِيَ
الزَّكَاةَ وَتَصُوۡمَ رَمَضَانَ وَتَحُجَّ الۡبَيۡتَ إِنِ اسۡتَطَعۡتَ إِلَيۡهِ
سَبِيۡلًا قَالَ : صَدَقۡتَ، فَعَجِبۡنَا لَهُ يَسۡأَلُهُ وَيُصَدِّقُهُ، قَالَ:
فَأَخۡبِرۡنِي عَنِ الۡإِيۡمَانِ قَالَ : أَنۡ تُؤۡمِنَ بِاللهِ وَمَلَائِكَتِهِ
وَكُتُبِهِ وَرُسُلِهِ وَالۡيَوۡمِ الۡآخِرِ وَتُؤۡمِنَ بِالۡقَدَرِ خَيۡرِهِ
وَشَرِّهِ. قَالَ صَدَقۡتَ،
قَالَ
فَأَخۡبِرۡنِي عَنِ الۡإِحۡسَانِ، قَالَ : أَنۡ تَعۡبُدَ اللهَ كَأَنَّكَ تَرَاهُ
فَإِنۡ لَـمۡ تَكُنۡ تَرَاهُ فَإِنَّهُ يَرَاكَ . قَالَ:
فَأَخۡبِرۡنِي عَنِ السَّاعَةِ، قَالَ: مَا الۡمَسۡؤُوۡلُ عَنۡهَا بِأَعۡلَمَ مِنَ
السَّائِلِ. قَالَ فَأَخۡبِرۡنِي عَنۡ أَمَارَاتِـهَا، قَالَ أَنۡ تَلِدَ
اۡلأَمَةُ رَبَّتَهَا وَأَنۡ تَرَى الۡحُفَاةَ الۡعُرَاةَ الۡعَالَةَ رِعَاءَ
الشَّاءِ يَتَطَاوَلُوۡنَ فِي الۡبُنۡيَانِ، ثُمَّ انۡطَلَقَ فَلَبِثۡتُ مَلِيًّا،
ثُمَّ قَالَ : يَا عُمَرَ أَتَدۡرِي مَنِ السَّائِلِ ؟ قُلۡتُ : اللهُ
وَرَسُوۡلُهُ أَعۡلَمَ . قَالَ فَإِنَّهُ جِبۡرِيۡلُ أَتَاكُمۡ يُعَلِّمُكُمۡ
دِيۡنَكُمۡ . – رواه مسلم
Dari Umar radhiallahu ‘anhu, dia berkata, “Suatu hari ketika kami duduk di sisi Rasulullah ﷺ, tiba-tiba datang kepada kami seorang laki-laki yang sangat putih pakaiannya, sangat hitam rambutnya. Tidak terlihat padanya tanda-tanda musafir, dan tidak seorang pun dari kami yang mengenalnya.
Kemudian ia menghampiri Nabi ﷺ, lalu menyandarkan kedua lututnya pada kedua lutut beliau dan meletakkan kedua telapak tangannya di atas kedua pahanya, lalu ia berkata:
“Wahai Muhammad, ceritakan kepadaku tentang Islam.” Nabi ﷺ menjawab: “Islam adalah engkau bersaksi bahwa tiada ilah yang berhak disembah selain Allah dan bahwa Muhammad adalah utusan Allah, mendirikan shalat, menunaikan zakat, berpuasa Ramadhan dan berhaji ke Baitullah jika engkau mampu menempuh perjalanannya.
Laki-laki itu berkata: “Engkau benar.” Umar berkata, “Kami heran, ia yang bertanya, ia pula yang membenarkannya.” Laki-laki itu bertanya lagi: “Ceritakan kepadaku tentang iman.”
Nabi ﷺ menjawab: “Engkau beriman kepada Allah, malaikat-malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, Rasul-rasul-Nya, Hari Akhir, dan beriman kepada qadar (ketetapan Allah) baik dan buruknya.”
Ia berkata: “Engkau benar.” Kemudian ia bertanya: “Ceritakan kepadaku tentang ihsan.”
Nabi ﷺ menjawab: “Engkau beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihat-Nya. Jika engkau tidak melihat-Nya, sesungguhnya Allah melihatmu.”
Ia berkata, “Ceritakan kepadaku tentang kapan terjadinya Hari Kiamat.” Nabi ﷺ menjawab: “Orang yang ditanya tidak lebih tahu dibandingkan yang bertanya.”
Ia berkata, “Ceritakan kepadaku tentang tanda-tandanya.” Nabi ﷺ menjawab: “Bila sahaya wanita melahirkan majikannya, dan bila engkau melihat orang yang berjalan tanpa alas kaki, tidak berpakaian, fakir dan penggembala domba yang meninggikan bangunan.”
Umar berkata: “Kemudian laki-laki itu pergi, namun aku masih tercengang cukup lama.”
Lalu Nabi ﷺ bertanya kepadaku: “Wahai Umar, tahukah engkau siapa orang yang bertanya tadi?” Aku menjawab, “Allah dan Rasul-Nya yang lebih tahu.”
Nabi ﷺ bersabda: “Ia adalah Jibril yang datang untuk mengajarkan agama kalian.”
(Shahih Muslim No. 8). Hadits yang serupa juga diriwayatkan oleh Al-Bukhari No. 50 dan Muslim No. 9 dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu.
1. Islam
Islam berasal dari kata Aslama yang berarti:
- Tunduk/patuh
- Berserah diri/pasrah
- Selamat/keselamatan
Syaikh Al-Utsaimin berkata, Islam memiliki lima rukun:
- Syahadatain, bersaksi bahwa tiada ilah yang berhak disembah selain Allah, dan Nabi Muhammad adalah utusan Allah. “Ibadah tidak sempurna kecuali dengan dua perkara: ikhlas karena Allah dan mengikuti tuntunan Rasul (ittiba’)”
- Mendirikan shalat.
- Menunaikan zakat.
- Berpuasa Ramadhan.
- Menunaikan haji ke Baitullah bagi yang mampu.
2. Iman
Imam An-Nawawi berkata:
Secara bahasa, iman berarti kepercayaan secara umum. Secara syariat, iman adalah ungkapan kepercayaan khusus yaitu:
- Kepada Allah
- Kepada para malaikat-Nya
- Kepada kitab-kitab-Nya
- Kepada para Rasul-Nya
- Kepada Hari Akhir
- Kepada qadar (baik dan buruknya).
Imam Ibnu Daqiq berkata:
Iman kepada Allah yaitu mempercayai bahwa Allah itu wujud (ada), yang disifati dengan sifat-sifat keagungan dan kesempurnaan yang suci dari sifat-sifat kekurangan.
Allah Maha Esa, Maha benar, Maha Pencipta, Tempat bergantung seluruh makhluk-Nya, Yang melakukan segala yang dikehendaki-Nya di kerajaan-Nya.
Iman kepada para malaikat, adalah mempercayai bahwa mereka adalah hamba-hamba yang dimuliakan, selalu mengerjakan apa yang diperintahkan oleh Allah.
Iman kepada para Rasul adalah membenarkan bahwa setiap apa yang mereka sampaikan itu dari Allah, serta tidak membeda-bedakan seorang pun dari mereka.
Iman kepada Hari Akhir yaitu juga beriman kepada hal-hal yang terkait dengannya, yaitu, kebangkitan, hasyr (pengumpulan), hisab, mizan, shirath, surga dan neraka.
Syaikh Al-Utsaimin berkata:
Beriman kepada malaikat adalah mengimani nama-nama mereka yang disebutkan dalam al-Qur`an dan hadits shahih.
Sedangkan untuk nama-nama malaikat yang tidak disebutkan secara jelas, maka diimani secara global, berdasarkan sifat dan tugas mereka secara umum yang telah disebutkan dalam al-Qur`an dan hadits shahih.
Contoh nama-nama malaikat yang disebutkan secara terperinci adalah: Jibril, Mikail, Israfil dan Malik.
Maka, kita beriman kepada malaikat Kiraman Katibun, Malakul Maut, malaikat-malaikat pemikul ‘Arsy, para malaikat yang ditugaskan di surga, serta para malaikat yang ditugaskan di neraka. (Lihat kitab Al-Iman karya Muhammad Nu'aim Yasin, hlm. 23-24).
Wajib beriman kepada para Rasul dengan meyakini bahwa mereka benar diutus oleh Allah dan membenarkan apa yang mereka sampaikan.
وَلَقَدۡ
أَرۡسَلۡنَا رُسُلًا
مِّن
قَبۡلِكَ
مِنۡهُم
مَّن
قَصَصۡنَا
عَلَيۡكَ وَمِنۡهُم مَّن لَّمۡ نَقۡصُصۡ عَلَيۡكَۗ ... ٧٨
“Dan sesungguhnya telah Kami utus beberapa orang rasul sebelum kamu, di antara mereka ada yang Kami ceritakan dan ada yang tidak Kami ceritakan kepadamu...” (QS. Ghafir [40]: 78).
Rasul-rasul yang telah diceritakan dalam al-Qur`an (yang berjumlah 25), maka wajib diimani secara terperinci. Sedangkan rasul-rasul yang tidak diceritakan, dan kita tidak mengenalnya, maka diimani secara global. (Lihat kitab Al-Iman karya Muhammad Nu'aim Yasin, hlm. 37-38).
Jumlah Nabi dan Rasul
Dari Abu Dzar radhiallahu ‘anhu yang bertanya kepada Rasulullah tentang jumlah Nabi dan Rasul.
يَا رَسُولَ
اللهِ كَمۡ وَفَّى عِدَّةُ الۡأَنۡبِيَاءِ قَالَ مِائَةُ أَلۡفٍ وَأَرۡبَعَةٌ
وَعِشۡرُونَ أَلۡفًا الرُّسُلُ مِنۡ ذَلِكَ ثَلَاثُ مِائَةٍ وَخَمۡسَةَ عَشَرَ
جَمًّا غَفِيرًا .
“Ya Rasulullah, berapa jumlah para Nabi?” Beliau menjawab, “Para Nabi berjumlah seratus dua puluh empat ribu (124.000), dan para Rasul berjumlah tiga ratus lima belas (315), sangat banyak.” (HR. Ahmad No. 21257). Syaikh Al-Albani berkata dalam kitab Al-Misykah bahwa sanad hadits ini shahih.
Imam An-Nawawi berkata:
Ketahuilah bahwa takdir itu ada empat macam:
1. Takdir dalam ilmu, dengan kaidah: masa yang akan datang dibangun di atas masa lalu.
2. Takdir yang tertulis di Lauh Mahfuzh. Takdir ini bisa berubah sebagaimana firman Allah:
يَمۡحُوا اللّٰهُ
مَا يَشَآءُ وَيُثۡبِتُۖ وَعِندَهُۥٓ أُمُّ الۡكِتٰبِ ٣٩
“Allah menghapuskan apa yang Dia kehendaki dan menetapkan (apa yang Dia kehendaki), dan disisi-Nya lah Ummul Kitab (Lauh Mahfuzh).” (QS. Ar-Ra’d [13]: 39).
Ibnu Umar radhiallahu ‘anhu pernah berdoa: “Ya Allah, jika Engkau menetapkan aku sebagai orang yang celaka, maka hapuskanlah, dan catatlah aku sebagai orang yang bahagia.”
3. Takdir di alam rahim. Ketika usia janin 120 hari, Allah mengutus malaikat untuk menetapkan 4 perkara: rezekinya, ajalnya, amalnya dan celaka atau bahagia. Akan dibahas lebih lanjut dalam pembahasan Hadits ke-4.
4. Takdir (secara umum), yang terdapat berbagai ketentuan pada waktu-waktu tertentu. Allah menciptakan kebaikan dan keburukan serta menentukan kapan seorang hamba akan menerimanya.
Syaikh Al-Utsaimin berkata:
Beriman kepada takdir yang baik dan yang buruk, yaitu mengimani empat perkara:
- Beriman bahwa Allah mengetahui segala sesuatu, secara global dan terperinci, sejak dahulu hingga selama-lamanya.
- Beriman bahwa Allah mencatat dalam Lauh Mahfuzh ketentuan-ketentuan segala sesuatu yang terjadi hingga Hari Kiamat.
- Beriman bahwa segala sesuatu yang terjadi di alam semesta adalah karena masyi`ah (kehendak) Allah ‘Azza wa Jalla.
- Beriman bahwa Allah menciptakan segala sesuatu, baik berupa benda (mati dan hidup), perbuatan Allah (menurunkan hujan, menumbuhkan tanaman, dll.), maupun perbuatan para makhluk.
Sifat Iman
Imam Ibnu Daqiq menukil perkataan Imam Abdul Husain (Ibnu Bathal al-Maliki) bahwa dalam madzhab ahlus-sunnah, iman itu mencakup ucapan dan perbuatan, bisa bertambah dan berkurang. Sebagaimana firman Allah berikut:
هُوَ الَّذِيٓ
أَنزَلَ السَّكِينَةَ فِي قُلُوبِ الۡمُؤۡمِنِينَ لِيَزۡدَادُوٓا إِيمٰنًا
مَّعَ
إِيمٰنِهِمۡۗ
... ٤
“Dialah yang telah menurunkan ketenangan ke dalam hati orang-orang mukmin supaya keimanan mereka bertambah di samping keimanan (yang telah ada)...” (QS. Al-Fath [48]: 4).
Imam al-Bukhari juga berkata dalam kitab shahihnya: وهو قول وفعل يزيد وينقص (“Iman adalah ucapan dan perbuatan, bisa bertambah dan berkurang”).
Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, Rasulullah ﷺ bersabda:
اَلۡإِيۡـمَانُ
بِضۡعٌ وَسَبۡعُونَ أَوۡ بِضۡعٌ وَسِتُّونَ شُعۡبَةً فَأَفۡضَلُهَا قَوۡلُ لَا
إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَأَدۡنَاهَا إِمَاطَةُ الۡأَذَى عَنِ الطَّرِيقِ
وَالۡحَيَاءُ شُعۡبَةٌ مِنَ الۡإِيۡـمَانِ .
“Iman itu ada 70 atau 60 sekian cabang. Yang paling tinggi adalah perkataan ‘Laa Ilaaha Illallah’, yang paling rendah adalah menyingkirkan gangguan dari jalanan, dan sifat malu merupakan cabang dari iman.” (Shahih Al-Bukhari No. 8 dan Shahih Muslim No. 35).
Berdasarkan hadits tersebut, Ibnu Taimiyah menulis sebuah kesimpulan dalam kitabnya, Al-’Aqidah Al-Wasithiyah sebagai berikut:
وَمِنۡ أُصُولِ
أَهۡلِ السُّنَّةِ وَالۡجَمَاعَةِ أَنَّ الدِّينَ وَالۡإِيۡـمَانَ قَوۡلٌ وَعَمَلٌ
، قَوۡلُ الۡقَلۡبِ وَاللِّسَانِ ، وَعَمَلُ الۡقَلۡبِ وَاللِّسَانِ
وَالۡجَوَارِحِ ، وَأَنَّ الۡإِيۡـمَانَ يَزِيدُ بِالطَّاعَةِ ، وَيَنۡقُصُ
بِالۡمَعۡصِيَةِ .
“Di antara pokok aqidah Ahlu Sunnah wal Jamaah, bahwa agama dan iman terdiri dari perkataan dan amalan, perkataan hati dan lisan, amalan hati, lisan dan anggota badan. Dan sesungguhnya iman itu bertambah dengan ketaatan dan berkurang karena maksiat.”
Perkataan lisan yaitu ucapan kalimat Laa Ilaha Illallah
Perbuatan yaitu menyingkirkan gangguan dari jalan
Hati yaitu rasa malu (untuk berbuat dosa)
Ibnu ‘Abdil Barr berkata dalam kitabnya At-Tamhid, “Iman menurut ulama Ahlus-Sunnah -di mana mereka adalah Ahlul Atsar dari ulama fiqh dan hadits-, mereka telah sepakat bahwa iman itu ucapan dan perbuatan dan tidak ada amalan kecuali dengan niat. Menurut Ahlus-Sunnah Iman akan bertambah dengan ketaatan dan berkurang karena maksiat. Segala ketaatan adalah termasuk bagian dari iman.” (Lihat At-Tamhid, 9/238, dan Fathul Bari, 1/47).
3. Perbedaan Islam dan Iman
Imam Ibnu Daqiq berkata:
“Iman dan Islam itu berkumpul dan berpisah. Setiap Mukmin adalah Muslim, namun tidak semua Muslim itu Mukmin. Ini selaras dengan jumhur ulama ahli hadits dan selainnya.”
Imam An-Nawawi berkata:
“Adapun Islam ialah ungkapan tentang melakukan berbagai kewajiban amalan zahir.”
Contoh:
قَالَتِ
الۡأَعۡرَابُ ءَامَنَّاۖ قُل لَّمۡ تُؤۡمِنُوا وَلٰكِن قُولُوٓا أَسۡلَمۡنَا
وَلَمَّا يَدۡخُلِ الۡإِيمٰنُ فِي قُلُوبِكُمۡۖ ... ١٤
“Orang-orang Arab Badui itu berkata, ‘Kami telah beriman.’ Katakanlah (kepada mereka), ‘Kalian belum beriman, tetapi katakanlah, ‘Kami telah Islam (tunduk)’...” (QS. Al-Hujurat [49]: 14).
Contoh lain adalah firman Allah tentang kisah Nabi Luth ‘alaihissalam berikut:
فَأَخۡرَجۡنَا مَن
كَانَ فِيهَا مِنَ الۡمُؤۡمِنِينَ ٣٥ فَمَا
وَجَدۡنَا فِيهَا غَيۡرَ بَيۡتٍ
مِّنَ
الۡمُسۡلِمِينَ
٣٦
“Lalu Kami keluarkan orang-orang yang beriman yang berada di negeri kaum Luth itu. Dan Kami tidak mendapati negeri itu, kecuali sebuah rumah dari orang muslim (yang berserah diri).” (QS. Adz-Dzariyat [51]: 35-36).
Kedua ayat tersebut menyebutkan istilah Islam dan Iman secara bersamaan, sehingga memiliki makna yang tersendiri (berbeda).
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah menjelaskan: “Istri Nabi Luth ‘alaihissalam adalah orang munafik dan kafir dalam hatinya, namun secara zahir, ia adalah orang muslim bersama suaminya; maka ia tertimpa azab bersama kaumnya. Demikianlah keadaan kaum munafik di masa Rasulullah ﷺ, mereka berserah diri sepenuhnya secara zahir, padahal mereka sebenarnya tidak beriman.” (Jami’ Al-Masa`il, 6/221).
Syaikh Al-Utsaimin menjelaskan:
- Pembedaan istilah Islam dan Iman berlaku jika keduanya disebut secara bersamaan.
- Islam adalah amalan anggota badan (lahiriah), sedangkan iman adalah amalan hati (batiniah).
- Namun jika hanya disebutkan salah satunya saja (Islam saja atau iman saja), maka maknanya mencakup yang lainnya. Contohnya adalah firman Allah berikut:
... وَرَضِيتُ لَكُمُ الۡإِسۡلٰمَ دِينًاۚ
... ٣
“... Dan telah Aku ridhai Islam itu sebagai agama bagimu...” (QS. Al-Ma`idah [5]: 3).
وَمَن يَبۡتَغِ
غَيۡرَ الۡإِسۡلٰمِ دِينًا
... ٨٥
“Dan barang siapa mencari Din selain Islam...” (QS. Ali Imran [3]: 85).
Kedua ayat ini hanya menyebut Islam saja, namun maknanya mencakup Islam dan Iman.
Begitu pula dengan firman Allah berikut:
... وَأَنَّ اللَّهَ مَعَ الۡمُؤۡمِنِينَ ١٩
“... Dan sesungguhnya Allah bersama orang-orang beriman...” (QS. Al-Anfal [8]: 19).
Ayat ini hanya menyebut iman saja, namun maknanya juga mencakup Islam dan Iman.
“Maka dapat disimpulkan bahwa pengertian Islam secara mutlak adalah mencakup seluruh aspek agama, termasuk iman. Namun jika Islam disandingkan dengan iman, maka Islam ditafsirkan sebagai amalan-amalan zahir, sedangkan iman ditafsirkan sebagai amalan-amalan batin.”
(Fatawa ‘anil Iman wa Arkaniha, Abu Muhammad Asyraf bin Abdul Maqshud, edisi Indonesia Soal-Jawab Masalah Iman dan Tauhid, Pustaka At-Tibyan. Lihat pula Majmu’ Fatawa dan Rasail Ibnu Utsaimin, 1/47-49).
Jika digunakan bahasa sederhana dalam membedakan makna Islam dan Iman yaitu:
Maknanya berpisah jika bersatu, dan bersatu jika berpisah.
4. Ihsan
“Engkau beribadah kepada Allah seakan-akan engkau melihat-Nya.”
Imam An-Nawawi berkata: "Ini disebut juga sebagai maqam musyahadah, maqam ihsan atau maqam shiddiqin."
Syaikh Al-Utsaimin berkata: “Orang yang ihsan adalah mereka yang beribadah kepada Allah seakan-akan ia melihat Allah dan mengharapkan perjumpaan dengan Allah.”
5. Hari Kiamat
Nabi Muhammad ﷺ tidak mengetahui kapan terjadinya Hari Kiamat, karena ini adalah hak prerogatif Allah. Hal ini telah disebutkan dalam al-Qur`an:
إِنَّ اللَّهَ
عِندَهُۥ عِلۡمُ السَّاعَةِ ... ٣٤
“Sesungguhnya hanya di sisi Allah sajalah pengetahuan tentang (waktu terjadinya) Hari Kiamat...” (QS. Luqman [31]: 34)
Syaikh Al-Utsaimin berkata: Pengetahuan tentang Hari Kiamat itu tersembunyi. Tidak ada yang mengetahuinya selain Allah ‘Azza wa Jalla. Barang siapa yang mengaku mengetahuinya, maka ia berdusta.
Nabi Muhammad ﷺ hanya menyebutkan tanda-tandanya saja dalam hadits ini, di antaranya ialah:
1. Sahaya wanita yang melahirkan majikannya.
Para ulama memiliki pemahaman yang berbeda-beda tentang hal ini. Salah satu penjelasan Imam As-Sa’di ialah bahwa hal ini berkenaan tentang banyaknya anak durhaka yang menghina dan mencela ibunya bagaikan seorang budak.
Imam An-Nawawi dalam salah satu pendapatnya berkata bahwa seorang budak wanita melahirkan raja-raja (penguasa) sehingga ibunya menjadi rakyatnya.
2. Munculnya orang-orang yang berjalan tanpa alas kaki, tidak berpakaian, fakir, dan penggembala kambing yang meninggikan bangunan.
Imam An-Nawawi menjelaskan, maknanya adalah penduduk badui dan sejenis mereka dari kalangan yang sangat membutuhkan dan fakir, namun dunia dibentangkan untuk mereka sehingga mereka bermegah-megahan dan meninggikan bangunan.
Imam Ibnu Daqiq berkata bahwa hadits ini memakruhkan meninggikan bangunan tanpa ada hajat yang mendorongnya.
Beliau juga menjelaskan bahwa penggembala kambing identik dengan penduduk gurun yang paling lemah. Berbeda dengan penggembala unta yang pada umumnya bukan golongan fakir.
Faedah Hadits
- Malaikat mampu berubah ke dalam rupa manusia.
- Boleh bertanya tentang sesuatu yang sudah ia ketahui dengan tujuan untuk memberitahu orang-orang yang belum tahu.
- Etika anak didik harus baik di hadapan pendidiknya.
- Hadits ini menjelaskan tentang kaidah-kaidah dan prinsip-prinsip agama Islam, yaitu Islam, Iman, Ihsan serta kedatangan Hari Kiamat.
- Terdapat tingkatan-tingkatan (maqam) dalam Islam.
- Kapan terjadinya Hari Kiamat hanya diketahui oleh Allah.
Kesimpulan
- Islam, Iman dan Ihsan, semuanya disebut Din.
- Islam identik dengan amalan zahir, sedangkan iman identik dengan amalan batin.
- Siapa saja yang mengaku mengetahui kapan terjadinya Hari Kiamat, maka ia berdusta.
Allahu A’lam...
* * *
Referensi:
Sayyid Ibrahim al-Huwaithi, Syarah Arba'in an-Nawawiyah, Darul Haq, cet. XIV (2019)
0 Komentar