Save Palestine

header ads

Terjemah Fiqh Wadhih Juz 3 Bab 4: Makanan


اَلۡأَطۡعِمَةُ

يَحِلُّ أَكۡلُ الۡأَطۡعِمَةِ الطَّيِّبَاتِ كَالۡأَرُزِّ وَالذُّرَةِ وَجَمِيعِ الۡحَلَوِيَّاتِ. وَكَذٰلِكَ يَحِلُّ أَكۡلُ لَحۡمِ الۡإِبِلِ وَالۡبَقَرِ وَالۡجَامُوسِ وَالۡغَنَمِ وَالۡغَزَالِ وَالۡخَيۡلِ وَحِمَارِ الۡوَحۡشِ وَالۡأَرۡنَبِ وَالۡقُنۡفُذِ بِشَرۡطِ أَنۡ نَذۡبَحَهُ ذَبۡحًا شَرۡعِيًّا, كَمَا شَرَحۡنَاهُ فِي الدَّرۡسِ الۡمَاضِى, وَيَحۡرُمُ أَكۡلُ الۡمَيۡتَةِ وَالدَّمِ وَلَحۡمِ الۡخِنۡزِيرِ وَالۡكَلۡبِ وَالسَّمِّ وَالزُّجَاجِ وَالۡأَفۡيُونِ وَكُلِّ مَا يَضُرُّ الۡبَدَنَ أَوِ الۡعَقۡلَ, وَكَذٰلِكَ يَحۡرُمُ شُرۡبُ الۡخَمۡرِ وَكُلِّ مُسۡكِرٍ.

وَيَحۡرُمُ أَكۡلُ الۡأَسَدِ وَالۡحِدَأَةِ وَالۡحَيَّةِ وَالۡعَقۡرَبِ وَالۡفَأۡرِ وَالنَّحۡلِ وَالضِّفۡدَعِ وَالسَّرَطَانِ وَالسُّلَحۡفَاةِ وَالزَّنۡبُورِ وَالۡبُومِ وَالۡبَبۡغَاءِ وَالطَّاوُسِ وَالۡقِرۡدِ وَالدُّودِ, وَبِالۡجُمۡلَةِ يَحۡرُمُ أَكۡلُ كُلِّ ذِي نَابٍ مِنَ السِّبَاعِ وَكُلِّ ذِي مِخۡلَبٍ مِنَ الطُّيُورِ.


MAKANAN

Dihalalkan untuk memakan makanan yang baik-baik seperti nasi, jagung dan segala yang manis-manis. Demikian pula dihalalkan untuk memakan daging unta, sapi, kerbau, kambing, rusa, kuda, keledai liar, kelinci dan landak dengan syarat harus disembelih dengan penyembelihan sesuai dengan syariat Islam, sebagaimana yang telah kita jelaskan pada pelajaran yang lalu. Dan diharamkan untuk memakan bangkai, darah, daging babi, anjing, racun, kaca, opium, dan segala yang membahayakan tubuh dan akal, oleh sebab itu diharamkan meminum khamr dan segala yang memabukkan.

Diharamkan memakan daging singa, burung rajawali, ular, kalajengking, tikus, lebah, katak, kepiting, kura-kura, tawon, burung hantu, burung kakaktua, burung merak, kera, ulat (cacing), dan secara umum diharamkan memakan setiap hewan yang bertaring dari hewan-hewan buas dan setiap hewan yang memiliki cakar dari jenis burung.

Allah Ta'ala berfirman:

... وَيُحِلُّ لَهُمُ الطَّيِّبٰتِ وَيُحَرِّمُ عَلَيۡهِمُ الۡخَبٰٓئِثَ ...

"... Dan Allah menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk..." (QS. Al-A’raf [7]: 157)

Penjelasan

1. Larangan membunuh katak

عَنْ عَبْدِ الرَّحْمَنِ بْنِ عُثْمَانَ أَنَّ طَبِيبًا سَأَلَ النَّبِيَّ ﷺ عَنْ ضِفْدَعٍ يَجْعَلُهَا فِي دَوَاءٍ فَنَهَاهُ النَّبِيُّ ﷺ عَنْ قَتْلِهَا.

"Dari Abdurrahman bin Utsman bin Ubaidillah, bahwasanya pernah ada seorang dokter yang bertanya kepada Nabi ﷺ  mengenai katak yang akan dijadikan sebagai campuran obat. Lantas Nabi ﷺ melarang untuk membunuhnya." (HR. Abu Daud: 3871 & 5269)

Menurut Al-Mundziri hadits tersebut memberikan pengertian, selain membunuh, hukum memakan katak juga diharamkan.

قَالَ الْمُنْذِرِيُّ: وَفِيهِ دَلِيلٌ عَلَى تَحْرِيمِ أَكْلِ الضُّفْدَعِ

Al-Mundziri berkata: "Hadits tersebut menunjukkan keharaman makan katak."

(Ali Al-Qari, Mirqatul Mafatih Syarah Misykatul Mashabih, [Darul Fikr, Beirut, 2002], juz 7, hlm. 2659)

Ibnu Hajar Al-Atsqalani dalam kitabnya Fathul Bari Syarah Shahih Bukhari menuturkan:

وَذَكَرَ الْأَطِبَّاءُ أَنَّ الضِّفْدَعَ نَوْعَانِ بَرِّيٌّ وَبَحْرِيٌّ فَالْبَرِّيُّ يَقْتُلُ آكِلَهُ وَالْبَحْرِيُّ يَضُرُّهُ.

"Para pakar kesehatan mengatakan bahwa sesungguhnya katak ada dua jenis, yaitu katak daratan dan katak lautan. Yang daratan bisa membunuh, sedangkan yang katak lautan bisa membahayakan kesehatan." (Ibnu Hajar Al-Atsqalani, Fathul Bari, juz 9, hlm. 619)

2. Hukum mengonsumsi kepiting

Mengenai hukum mengonsumsi kepiting, para ulama berbeda pendapat:

Pertama, ulama madzhab Hanafi dan Syafi’i menegaskan bahwa mengonsumsi kepiting hukumnya haram, sebab termasuk kategori khaba’its (menjijikkan).

Kedua, menurut madzhab Maliki dan Hanbali, kepiting halal dikonsumsi.

2.A. Dalil yang mengharamkan

Imam Ibnu Abidin menjelaskan:

وَمَا عَدَا أَنْوَاعُ السَّمَكِ مِنْ نَحْوِ إِنْسَانِ الْمَاءِ وَخِنْزِيْرِهِ خَبِيْثٌ فَبَقِيَ دَاخِلًا تَحْتَ التَّحْرِيْمِ. وَحَدِيْثُ (هُوَ الطَّهُوْرُ مَاؤُهُ وَالْحِلُّ مَيْتَتُهُ) الْمُرَادُ مِنْهُ السَّمَكُ.

"Dan selain berbagai macam ikan, seperti manusia laut dan babi laut adalah menjijikkan dan masuk kategori haram. Sedangkan hadits yang berbunyi; “Laut itu suci airnya dan halal bangkainya”, maksudnya adalah ikan." (Ibnu Abidin, Raddul Muhtar Alad Durril Mukhtar, juz 6, hlm. 307).

Imam Ath-Thahawi juga menjelaskan:

وَلَا يُؤْكَلُ شَيْءٌ مِنْ حَيَوَانِ الْبَحْرِ إِلَّا السَّمَكَ.

"Dan binatang laut dalam bentuk apapun tidak boleh dimakan kecuali ikan." (At-Thahawi, Mukhtashar Ikhtilafil Ulama, juz 3, hlm. 214).

Imam an-Nawawi dalam kitab Al-Majmu' menjelaskan:

وَعَدَّ الشَّيْخُ أَبُو حَامِدٍ وَإِمَامُ الْحَرَمَيْنِ مِنْ هَذَا الضَّرْبِ الضِّفْدَعَ وَالسَّرَطَانَ، وَهُمَا مُحَرَّمَانِ عَلَى الْمَذْهَبِ الصَّحِيْحِ الْمَنْصُوْصِ، وَبِهِ قَطَعَ الْجُمْهُوْرُ.

"Syaikh Abu Hamid dan Imam al-Haramain memasukkan katak dan kepiting ke dalam kategori binatang yang dapat hidup di dua alam. Kedua binatang tersebut diharamkan menurut pendapat yang shahih dan tercatat dalam madzhab. Dan dengan hukum haram inilah mayoritas ulama mazhab memutuskannya." (Imam Nawawi, Al-Majmu’, juz 9, hlm. 30).

2.B. Dalil yang menghalalkan

Ibnu Abdil Bar, seorang ulama madzhab Maliki berkata:

وَصَيْدُ البَحْرِ كُلُّهُ حَلَالٌ إِلَّا أَنَّ مَالِكاً يَكْرَهُ خِنْزِيْرَ الْمَاءِ لِاسْمِهِ وَكَذَلِكَ كَلْبُ الْمَاءِ عِنْدَهُ وَلَا بَأْسَ بِأَكْلِ السَّرَطَانِ وَالسُّلَحْفَاةِ وَالضِّفْدَعِ.

"Dan binatang buruan laut semuanya halal, hanya saja imam Malik memakruhkan babi laut karena namanya, begitu pula anjing laut, menurutnya. Dan tidak haram memakan kepiting, penyu, dan katak." (Ibnu Abdil Bar, Al-Kafi, juz 1, hlm. 187).

Para ulama madzhab Hanbali juga menghalalkan kepiting. Ibnu Muflih menuturkan:

وَعَنْهُ – أَيْ عَنْ أَحْمَدَ - فِي السَّرَطَانِ وَسَائِرِ الْبَحْرِيْ : أَنَّهُ يَحِلُّ بِلَا ذَكَاةٍ؛ لِأَنَّ السَّرَطَانَ لَا دَمَ فِيْهِ.

"Dan dari imam Ahmad tentang hukum kepiting dan berbagai binatang laut: Ia halal sekalipun tidak disembelih, sebab kepiting tidak memiliki darah (mengalir)." (Ibnu Muflih, Al-Mubdi’, juz 9, hlm. 214)

Dalam kitab Al-Mughni, Ibnu Qudamah juga menjelaskan:

كُلُّ مَا يَعِيْشُ فِي الْبَرِّ مِنْ دَوَابِّ الْبَحْرِ لَا يَحِلُّ بِغَيْرِ ذَكَاةٍ كَطَيْرِ الْمَاءِ وَالسُّلَحْفَاةِ وَكَلْبِ الْمَاءِ إِلَّا مَا لَا دَمَ فِيْهِ كَالسَّرَطَانِ فَإِنَّهُ يُبَاحُ بِغَيْرِ ذَكَاةٍ.

"Setiap yang (dapat) hidup di darat berupa binatang melata laut itu tidak halal tanpa disembelih (terlebih dahulu), seperti burung laut, penyu, dan anjing laut. Kecuali binatang yang tidak memiliki darah, seperti kepiting maka boleh dimakan tanpa disembelih." (Ibnu Qudamah, Al-Mughni, juz 9, hlm. 337).

Jika disimpulkan:

1. Madzhab Hanafi dan Syafi'i mengharamkan katak dan kepiting.

2. Madzhab Maliki dan Hanbali menghalalkan katak dan kepiting.

Allahu A'lam...

* * *

Demikian terjemah dan penjelasan kitab Fiqh Wadhih Juz 3 Bab Makanan.


Posting Komentar

0 Komentar