Ini adalah lanjutan dari pembahasan sebelumnya: Wujud, Qidam dan Baqa`
س : كَيۡفَ الۡإِعۡتِقَادُ بِـمُخَالَفَتِهِ
تَعَالَى لِلۡحَوَادِثِ، أَيِ الۡمَخۡلُوۡقَاتِ ؟
ج : هُوَ أَنۡ نَعۡتَقِدَ
أَنَّ اللهَ تعالى لَا يُشَابِـهُهُ شَيۡءٌ. لَا فِي ذَاتِهِ وَلَا فِي صِفَاتِهِ
وَلَا فِي أَفۡعَالِهِ.
Pertanyaan : Bagaimana cara meyakini bahwa Allah Ta’ala bersifat Mukhalafatu lil Hawadits, yakni dari makhluk-makhluk-Nya?
Jawaban : Yaitu dengan meyakini bahwa sesungguhnya bagi Allah tidak ada satu pun makhluk yang menyerupai Allah, baik bentuk Dzat-Nya, sifat-Nya, maupun perbuatan-Nya.
Allah berfirman:
فَاطِرُ
ٱلسَّمَٰوَٰتِ وَٱلۡأَرۡضِۚ جَعَلَ لَكُم مِّنۡ أَنفُسِكُمۡ أَزۡوَٰجٗا وَمِنَ ٱلۡأَنۡعَٰمِ
أَزۡوَٰجٗا يَذۡرَؤُكُمۡ فِيهِۚ لَيۡسَ كَمِثۡلِهِۦ شَيۡءٞۖ وَهُوَ ٱلسَّمِيعُ ٱلۡبَصِيرُ ١١
“(Dia) Pencipta langit dan bumi. Dia menjadikan bagi kamu dari jenis kamu sendiri pasangan-pasangan dan dari jenis binatang ternak pasangan-pasangan (pula), dijadikan-Nya kamu berkembang biak dengan jalan itu. Tidak ada sesuatu pun yang serupa dengan Dia, dan Dialah yang Maha Mendengar dan Melihat.” (QS. Asy-Syura [42]: 11)
وَلَمۡ
يَكُن لَّهُۥ كُفُوًا أَحَدُۢ ٤
“Dan tidak ada satu pun yang setara dengan Dia.” (QS. Al-Ikhlas [112]: 4).
Dalam pembahasan tentang sifat Mukhalafatu lil Hawadits ini, mencakup tiga aspek, yaitu Dzat, sifat dan perbuatan.
س : كَيۡفَ الۡإِعۡتِقَادُ بِـمُخَالَفَةِ
ذَاتِهِ سبحانه وتَعَالَى لِلۡحَوَادِثِ ؟
ج : هُوَ أَنۡ نَعۡتَقِدَ
أَنَّ ذَاتَ اللهِ سبحانه وتعالى لَا تُشَابِـهُهُ شَيۡئًا مِنَ الۡمَخۡلُوقَاتِ
بِوَجۡهِ مِنَ الۡوُجُوهِ، فَكُلُّ مَا تَرَاهُ أَوۡ يَخۡطُرُ بِبَالِكَ، فَاللهِ
لَيۡسَ كَذٰلِكَ : " لَيۡسَ كَمِثۡلِهِۦ شَيۡءٌ ".
Pertanyaan : Bagaimana cara meyakini bahwa Dzat Allah Subhanahu wa Ta’ala berbeda dengan makhluk-Nya?
Jawaban : Yaitu dengan meyakini bahwa sesungguhnya Dzat Allah tidak menyerupai dzat makhluk-Nya dalam segi apa pun. Jadi, semua yang engkau lihat maupun yang terbayang dalam hatimu tentang Allah, maka Allah tidak seperti itu. Allah berfirman: “Tidak ada satu pun yang serupa dengan Allah.” (QS. Asy-Syura [42]: 11).
Allah juga berfirman:
وَلَمَّا
جَآءَ مُوسَىٰ لِمِيقَٰتِنَا وَكَلَّمَهُۥ رَبُّهُۥ قَالَ رَبِّ أَرِنِيٓ أَنظُرۡ
إِلَيۡكَۚ قَالَ لَن تَرَىٰنِي وَلَٰكِنِ ٱنظُرۡ إِلَى ٱلۡجَبَلِ فَإِنِ ٱسۡتَقَرَّ
مَكَانَهُۥ فَسَوۡفَ تَرَىٰنِيۚ فَلَمَّا تَجَلَّىٰ رَبُّهُۥ لِلۡجَبَلِ جَعَلَهُۥ
دَكّٗا وَخَرَّ مُوسَىٰ صَعِقٗاۚ فَلَمَّآ أَفَاقَ قَالَ سُبۡحَٰنَكَ تُبۡتُ
إِلَيۡكَ وَأَنَا۠ أَوَّلُ ٱلۡمُؤۡمِنِينَ
١٤٣
“Dan tatkala Musa datang untuk (munajat dengan Kami) pada waktu yang telah Kami tentukan dan Allah telah berfirman (langsung) kepadanya, berkatalah Musa: “Ya Rabbku, perlihatkanlah (diri Engkau) kepadaku agar aku dapat melihat kepada Engkau”. Allah berfirman: “Kamu sekali-kali tidak sanggup melihat-Ku, tapi lihatlah ke bukit itu, maka jika ia tetap di tempatnya (seperti sediakala) niscaya kamu dapat melihat-Ku”. Tatkala Rabb-nya menampakkan diri kepada gunung itu, dijadikannya gunung itu hancur luluh dan Musa pun jatuh pingsan. Maka setelah Musa sadar kembali, dia berkata: “Maha Suci Engkau, aku bertaubat kepada Engkau dan aku orang yang pertama-tama beriman”. (QS. Al-A’raf [7]: 143).
Ayat tersebut menjelaskan bahwa manusia yang masih hidup tidak akan mampu melihat wujud Allah. Manusia hanya mampu melihat Allah hanya setelah dibangkitkan pada hari kiamat nanti.
Begitu juga dengan Nabi Muhammad ketika berdialog dengan Allah dalam peristiwa Mi'raj, di mana Rasulullah tidak melihat Allah secara langsung, melainkan dibatasi oleh tabir yang terbuat dari cahaya.
س : كَيۡفَ الۡإِعۡتِقَادُ بِأَنَّ صِفَاتِهِ
سبحانه وتعالى مُخَالِفَةٌ لِصِفَاتِ الۡحَوَادِثِ ؟
ج : هُوَ أَنۡ نَعۡتَقِدَ
أَنَّ عِلۡمَ اللهِ تعالى لَا يُشَابِهُ عِلۡمَنَا، وَأَنَّ قُدۡرَتَهُ لَا
تُشَابِهُ قُدۡرَتَنَا، وَأَنَّ إِرَادَتَهُ لَا تُشَابِهُ إِرَادَتَنَا، وَأَنَّ
حَيَاتَهُ لَا تُشَابِهُ حَيَاتَنَا، وَأَنَّ سَمۡعَهُ لَا يُشَابِهُ سَمۡعَنَا،
وَأَنَّ بَصَرَهُ لَا يُشَابِهُ بَصَرَنَا، وَأَنَّ كَلَامَهُ لَا يُشَابِهُ
كَلَامَنَا.
Pertanyaan : Bagaimana cara meyakini bahwa sifat Allah Subhanahu wa Ta’ala berbeda dengan sifat makhluk-Nya?
Jawaban : Yaitu dengan meyakini bahwa sesungguhnya sifat ilmu Allah tidak serupa dengan ilmu kita, begitu juga sifat qudrah, iradah, hayat, sama’, bashar dan kalam Allah tidak serupa dengan makhluk-Nya.
س : كَيۡفَ الۡإِعۡتِقَادُ بِأَنَّ أَفۡعَالَهُ
سبحانه وتعالى مُخَالِفَةٌ لِأَفۡعَالِ الۡحَوَادِثِ ؟
ج : هُوَ أَنۡ نَعۡتَقِدَ
أَنَّ أَفۡعَالَ الۡمَوۡلَى سبحانه وتعالى لَا تُشَابِهُ أَفۡعَالَ شَيۡءٍ مِنَ الۡمَوۡجُودَاتِ،
لِأَنَّ الۡمَوۡلَى سبحانه وتعالى يَفۡعَلُ الۡأَشۡيَاءَ بِلَا وَاسِطَةٍ وَلَا
آلَةِ " إِنَّمَآ أَمۡرُهُۥٓ
إِذَآ أَرَادَ شَيًۡٔا أَن يَقُولَ لَهُۥ كُن فَيَكُونُ "
وَأَنَّهُ لَا يَفۡعَلُ شَيۡئًا لِاحۡتِيَاجِهِ إِلَيۡهِ، وَأَنَّهُ لَا يَفۡعَلُ
شَيۡئًا عَبَثًا أَيۡ بِغَيۡرِ فَائِدَةٍ، لِأَنَّهُ سبحانه وتعالى حَكِيمٌ.
Pertanyaan : Bagaimana cara meyakini bahwa perbuatan Allah Subhanahu wa Ta’ala berbeda dengan makhluk-Nya?
Jawaban : Yaitu dengan meyakini bahwa sesungguhnya perbuatan Allah tidak serupa dengan perbuatan semua hal yang ada. Karena sesungguhnya Allah melakukan sesuatu tanpa membutuhkan perantara maupun alat. Allah berfirman:
إِنَّمَآ
أَمۡرُهُۥٓ إِذَآ أَرَادَ شَيًۡٔا أَن يَقُولَ لَهُۥ كُن فَيَكُونُ ٨٢
“Sesungguhnya keadaan-Nya apabila Dia menghendaki sesuatu hanyalah berkata kepadanya: “Jadilah!” maka terjadilah ia.” (QS. Yasin [36]: 82).
Allah melakukan sesuatu bukan karena membutuhkannya. Allah tidak menciptakan sesuatu dengan main-main yaitu tanpa ada faedahnya, karena sesungguhnya Allah Subhanahu wa Ta’ala Maha Bijaksana.
Mengenai hal ini, Allah berfirman:
أَفَحَسِبۡتُمۡ
أَنَّمَا خَلَقۡنَٰكُمۡ عَبَثٗا وَأَنَّكُمۡ إِلَيۡنَا لَا تُرۡجَعُونَ ١١٥
“Maka apakah kamu mengira, bahwa sesungguhnya Kami menciptakan kamu secara main-main (saja), dan bahwa kamu tidak akan dikembalikan kepada Kami?” (QS. Al-Mukminun [23]: 115).
وَمَا
خَلَقۡتُ ٱلۡجِنَّ وَٱلۡإِنسَ إِلَّا لِيَعۡبُدُونِ ٥٦
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka mengabdi kepada-Ku.” (QS. Adz-Dzariyat [51]: 56)
Manusia diciptakan oleh Allah bukan untuk bermain-main di dunia, melainkan untuk melaksanakan tugas-tugas pengabdian kepada Allah dalam bentuk ibadah dan amal shalih.
0 Komentar